Mengenal Kyai Makmur (1906-1947): Ulama, Pejuang, dan Bupati Pemalang
Infomoga.com -- Kyai Makmur adalah seorang ulama, pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Kauman, Taman. Beliau juga aktif berjuang melawan penjajah sebagai Laskar Hizbullah-Sabilillah. Pernah menjabat Bupati Pemalang periode 1946 - 1947.
Putra pasangan Kiai Nawawi dan Nyai Rubaengah itu lahir pada 1906. Semasa kecil, Makmur yang merupakan sulung dari sebelas bersaudara ini belajar agama kepada orang tuanya seperti dilansir Suaramerdeka.com.
Pendidikan formal ditempuhnya di Hollandsch-Inlandsche School/HIS Pemalang (1913-1920). Setamat HIS, pemuda Makmur dikirim ke sejumlah pondok pesantren untuk memperdalam pengetahuan agama.
Baca juga: Mbah Nur Walangsanga, Kiai Zuhud Nan Sederhana
Pesantren pertama yang dituju adalah Pesantren Godong (Grobogan), sekira 40 kilometer timur Kota Semarang. Lalu, melanjutkan ke sebuah pesantren di wilayah Kabupaten Demak. Sekitar satu tahun nyantri, ia memutuskan kembali ke kampung halaman.
Tak lama Makmur muda berdiam diri di rumah, tahun 1922 beliau berangkat kembali ke pesantren. Kali ini yang ditujunya adalah Pesantren Jamsaren Surakarta, di bawah asuhan KH Idris.
Teman seangkatan semasa di Jamsaren antara lain Kiai Komar Zen (kakak sepupu), Kiai Sidiq Kauman (Pendiri Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang), Kiai Jamil Kademangan (di kemudian hari menjadi guru para kiai di Pemalang), Kiai Mursidi, Kiai Zaenal Abidin, dan Kiai Nahrowi Pelutan.
Pemuda Makmur belajar di Jamsaren selama tiga tahun, sebelum akhirnya melanjutkan nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng di bawah asuhan KH Hasyim Asy'ari. Saat dirinya berusia 26 tahun, Sang Guru (KH Hasyim Asy’ari) memanggilnya untuk menghadap.
Singkat kisah, khidmah santri Makmur di Tebuireng dirasa sudah cukup. Oleh karena itu, Sang Guru memberi dhawuh agar dirinya kembali ke Pemalang untuk mendirikan pesantren.
Baca juga: KH Minhajul Abidin, Ulama Kharismatik
Baginya, titah guru adalah hal yang wajib dipenuhi. Maka, pada 1932 ia pun kembali ke Pemalang dan diikuti seorang santri Tebuireng asal Grobogan bernama Tamyis.
Setelah mukim di Pemalang, Kiai Makmur muda mempersunting seorang perempuan bernama Samnah binti H Mawardi (Penghulu di Kecamatan Taman).
Usai menikah, beliau hijrah dari rumah orang tuanya di Pelutan ke tempat mertuanya di Kecamatan Taman. Rumah yang dulu ditempati beliau kini ditempati Ahmad Bakrin (kemenakan Kiai Makmur).
Rumah tersebut persis berada di sebelah selatan Masjid Jami’ Kauman Taman. Untuk mengenang jasa-jasa almarhum, sejak 1961 masjid tersebut kemudian dinamakan Masjid Baitul Makmur.
Dari perkawinan dengan Samnah, Kiai Makmur dikaruniai empat orang anak, tiga laki-laki dan seorang perempuan.
Selain sebagai ulama, Kiai Makmur tercatat sebagai Bupati Pemalang yang ketiga; tepatnya pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1947).
Beliau diangkat sebagai bupati dalam sebuah rapat akbar rakyat di alun-alun Pemalang pada 30 Desember tahun 1946, setelah laskar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menangkap bupati sebelumnya dan menurunkannya dari jabatan bupati.
Baca juga: K.H. Isa Kafrawi: Dibesarkan oleh Masyarakat
Pengangkatan Kiai Makmur ditandatangani oleh Mr Sumarman, Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta.
Tidak lama Kiai Makmur menjabat bupati, sekira 9,5 bulan. Pasalnya, pada 14 Oktober 1947 beliau ditembak mati oleh Belanda (Agresi Militer Belanda I), lantaran tak mau diajak kompromi.
Bersama para tokoh dan pejuang lainnya, Almarhum Kiai Makmur dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Pagaran Kota Pemalang.
(Akhmad Saefudin SS ME, Penulis Buku 17 Ulama Banyumas)
Post a Comment for "Mengenal Kyai Makmur (1906-1947): Ulama, Pejuang, dan Bupati Pemalang"
Post a Comment