112 Tahun GKJ Moga, Saksi Sejarah Keharmonisan Beragama
Infomoga.com -- Memelihara keberagaman atas perbedaan keyakinan terus terjaga di Kota kecil Moga Pemalang Jawa Tengah. Selama sekitar 100 tahun lebih keberadaan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Moga menjadi cerminan keharmonisan kehidupan beragama.
Pemandangan itu terlihat jelas begitu kita memasuki kota Moga. Sepanjang jalan disambut dengan deretan masjid dan mushola yang merupakan tempat ibadah mayoritas warga masyarakat di kota yang terletak dikaki Gunung Slamet tersebut.
Begitu masuki pusat kota, anda akan disuguhi pemandangan yang sedikit berbeda. Sebuah Gereja cukup besar berdiri kokoh disekitar pertigaan utama di jalan raya Moga - Guci.
Begitu masuki pusat kota, anda akan disuguhi pemandangan yang sedikit berbeda. Sebuah Gereja cukup besar berdiri kokoh disekitar pertigaan utama di jalan raya Moga - Guci.
Baca juga: Moga 72 Tahun Lalu . . .
Gereja yang berada di pusat kegiatan masyarakat ini telah berdiri sejak 1900-an dan sampai saat ini masih melayani peribadatan dan acara sosial keagamaan penganut Kristen yang tersebar di Kecamatan Moga dan sekitarnya.
Berdasarkan berapa catatan sejarah, didirikannya perusahaan perkebunan teh Semugih pada tahun 1902 oleh seorang pengusaha bernama Louis Matrijs De Qriot menarik minat penyebar zending untuk melayani orang-orang perkebunan.
Gereja yang berada di pusat kegiatan masyarakat ini telah berdiri sejak 1900-an dan sampai saat ini masih melayani peribadatan dan acara sosial keagamaan penganut Kristen yang tersebar di Kecamatan Moga dan sekitarnya.
Sejarah GKJ Moga
Awalnya, GKJ Moga merupakan hasil penginjilan yang dilakukan oleh Salatiga Zending, sebuah lembaga zending Jerman yang berpusat di Salatiga.Berdasarkan berapa catatan sejarah, didirikannya perusahaan perkebunan teh Semugih pada tahun 1902 oleh seorang pengusaha bernama Louis Matrijs De Qriot menarik minat penyebar zending untuk melayani orang-orang perkebunan.
Baca juga: Sejarah Pemandian Moga, Tempat Mandi Tuan & Noni Belanda
Pada awalnya, Pendeta Stevens Philips dan Kyai Sadrach menyebarkan zending di Pulosari, Kandanggotong dan Batursari.
Pada tahun 1907, Bruder F. Schlipköter yang berkebangsaan Jerman ditempatkan di Kecamatan
Pulosari dan membawahi zending di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Moga dan Kecamatan Pulosari, atas permintaan jemaat sebelumnya kepada Salatiga Zending.
Bruder F. Schlipköter mengajar 35 anak Kristen dan dibantu seorang asisten bernama Kartowidjojo. Dia telah membaptis sekitar 64 orang Kristen di kecamatan Moga dan Pulosari.
Pada awalnya, Pendeta Stevens Philips dan Kyai Sadrach menyebarkan zending di Pulosari, Kandanggotong dan Batursari.
Pada tahun 1907, Bruder F. Schlipköter yang berkebangsaan Jerman ditempatkan di Kecamatan
Pulosari dan membawahi zending di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Moga dan Kecamatan Pulosari, atas permintaan jemaat sebelumnya kepada Salatiga Zending.
Bruder F. Schlipköter mengajar 35 anak Kristen dan dibantu seorang asisten bernama Kartowidjojo. Dia telah membaptis sekitar 64 orang Kristen di kecamatan Moga dan Pulosari.
Setahun setelahnya, Bruder F. Schlipköter mampu membangun sebuah sekolah kecil dan rumah sakit. Dua bentuk pelayanan ini secara konvensional merupakan sarana untuk Pekabaran Injil.
Pada tahun 1909, Bruder F. Schlipköter digantikan oleh Bruder Bauszat yang meneruskan pelayanan kepada jemaat. Namun, perkembangan jemaat di Kecamatan Moga tidak mengalami peningkatan
karena masalah mendapat tentangan dari para haji dan santri di wilayah tersebut.
Bruder Bauszat tetap mengusahakan penyebaran dan membujuk para jemaat yang tidak pernah datang ke gereja dengan mendatangi satu per satu ke rumah mereka atas seizin kepala desa setempat.
Dalam usahanya tersebut, jumlah pengurus zending, pelayanan, dan jemaat Kristen di Kecamatan Moga pada tahun 1910 berjumlah 29 orang.
Sekolah dan rumah sakit yang didirikan untuk para pekerja perkebunan dan keluargannya terus meberikan pelayanannya hingga ditutup karena adanya Agresi Militer Belanda (Clash) ke-II.
Kedua pelayanan yang dilakukan sebagai bentuk pekabaran injil itu pula yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya gereja.
Baca juga: Bus MOGA, Sejarah yang Tergilas Peradaban
Sejak tahun 1911 Gereja Moga tercatat sudah melaksanakan pengajaran katekisasi, baptisan, sidi dan pelayanan pernikahan. Semua itu dilayani oleh pendeta-pendeta berkebangsaan Belanda.
Meskipun pada tahun-tahun awal penyebaran Kristen di wilayah ini mendapat tentangan pemuka agama Islam tetapi hingga saat ini tidak pernah ada letupan atau konflik keagamaan.
Semoga harmoni yang terpelihara sekian lama di Kota kecil Moga bisa menjadi role model, bahwa perbedaan agama dan keyakinan tidak dapat dihindari, namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk terciptanya toleransi kehidupan beragama.
Sejak tahun 1911 Gereja Moga tercatat sudah melaksanakan pengajaran katekisasi, baptisan, sidi dan pelayanan pernikahan. Semua itu dilayani oleh pendeta-pendeta berkebangsaan Belanda.
Menjadi simbol harmoni
Setelah lebih dari seabad keberadaan tempat peribadatan penganut Kristen di wilayah yang notabene mayoritas beragama Islam, GKJ Moga menjadi bukti faktual toleransi beragama di wilayah kecamatan Moga dan sekitarnya.Meskipun pada tahun-tahun awal penyebaran Kristen di wilayah ini mendapat tentangan pemuka agama Islam tetapi hingga saat ini tidak pernah ada letupan atau konflik keagamaan.
Semoga harmoni yang terpelihara sekian lama di Kota kecil Moga bisa menjadi role model, bahwa perbedaan agama dan keyakinan tidak dapat dihindari, namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk terciptanya toleransi kehidupan beragama.
Diolah dari berbagai sumber:
gkjmoga.blogspot.com
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
delpher.nl
digitalcollection.universiteitleiden.nl
indiegangers.nl
openarch.nl
digitalcollection.universiteitleiden.nl
indiegangers.nl
openarch.nl
Post a Comment for "112 Tahun GKJ Moga, Saksi Sejarah Keharmonisan Beragama "
Post a Comment