Ganyong, Tanaman Pangan Pengganti Beras yang Terpinggirkan
Infomoga.com -- Tanaman Ganyong (Canna edulis Kerr) berdasarkan catatan sejarah merupakan tanaman herbal yang berasal dari Amerika Selatan. Kalah pamor karena kebijakan yang tidak berpihak pada pangan lokal.
Ganyong mulai masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Portugis, terutama di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali pada 1905. Meski begitu, ganyong tetap kalah populer dibandingkan bahan pangan lainnya, terutama beras.
Apalagi setelah pemerintah Orde Baru menggenjot produksi besar-besaran komoditas beras. Beras dijadikan sebagai makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah kala itu seakan tak menghiraukan apakah beras cocok untuk daerah di luar Jawa atau tidak.
Akibatnya, masyarakat yang tadinya punya tanaman pangan lokal terpaksa harus mengganti beras. Seperti Madura dengan jagungnya dan Papua dengan sagunya. Pangan-pangan lokal alternatif sebagai sumber karbohidrat itu perlahan mulai kehilangan pamor.
Selain jagung dan sagu, Indonesia juga memiliki sederet tanaman pangan lokal yang potensial digunakan sebagai pengganti beras.
Ancaman krisis pangan yang pernah dilontarkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, mestinya menjadi momentum untuk kembali menghidupkan sejumlah tanaman pangan lokal yang pernah berjaya. Salah satunya ganyong.
Di Indonesia ganyong punya nama lokal yang beragam. Ada yang menyebut laos jambe; lumbong, nyindro, senitra, laos mekah, buah tasbeh, midro (Jawa) dan ubi pikul (Sumatera), banyar dan manyor (Madura).
Ganyong tumbuh liar di tegalan sebagai tanaman sela. Ganyong toleran di tanah yang lembab dan naungan serta dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 2.500 m dpl.
Ganyong dikenal dua varietas ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu.
Sedangkan yang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan disebut dengan ganyong putih.
Di Indonesia, ganyong dapat ditemukan dari Sabang sampai Merauke, terutama di Pulau Jawa, Bali, Jambi, dan Lampung. Daerah sentra ganyong di Indonesia ada di Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, Purworejo), Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Subang, dan Karawang), dan Jawa Timur (Malang dan Pasuruan).
Bahan pangan alternatif
Ganyong merupakan tanaman umbi-umbian yang berpotensi untuk menggantikan peran beras dan tepung terigu dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan pokok.
Sayang sampai saat ini, potensi tanaman ganyong belum dikembangkan dengan baik serta belum diusahakan secara serius dan intensif.
Selain itu kebanyakan petani menganggap ganyong kurang memiliki nilai ekonomis sehingga sedikit petani yang mau membudidayakannya.
Menurut Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Satriyas Ilyas, ganyong dapat menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi bahan pangan masyarakat.
Tepung pati ganyong dapat dimanfaatkan sebagai pengganti tepung terigu, pembuatan kue, bihun, mie ganyong, dan produk makanan lain.
Umbi ganyong dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat ganyong cukup tinggi. Kandungannya setara dengan umbi-umbi yang lain, namun lebih rendah daripada singkong.
Namun karbohidrat umbi dan tepung ganyong lebih tinggi bila dibandingkan dengan kentang. Begitu juga kandungan mineral kalsium, phosphor dan besi. Artinya, ganyong sangat tepat bila digunakan untuk keragaman makanan sebagai pengganti beras.
Setiap 100 gram ganyong yang dimakan berisi kira-kira: air 75 g, protein 1 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 22,6 g, Ca 21 miligram (mg), P 70 mg, Fe 20 mg, vitamin B 0,1 mg, vitamin C 10 mg.
Karena mengandung karbohidrat tinggi, sudah selayaknya tanaman yang banyak dikenal dan tumbuh di Tanah Air ini kembali dihidupkan. Ancaman krisis pangan menjadi momen penting untuk kembali melirik tanaman pangan lokal ini.
Sumber: Infopublik
Post a Comment for "Ganyong, Tanaman Pangan Pengganti Beras yang Terpinggirkan"
Post a Comment